Dzikrul Maut-Sang Petualang

HIDUP DENGAN KESUNGGUHAN,MATI DENGAN KEBAIKAN,,,

Selasa, 31 Mei 2011

Renungan di Balik Memperingati Hari Ulang Tahun

Oleh: Fida Abbott*
Setiap tahun tentunya kita selalu memperingati hari ulang tahun. Bagi mereka, siapa pun yang sedang memperingati ulang tahun, lagu-lagu “Happy Birthday to You” atau “Panjang Umurnya” tak akan terlewat begitu saja sebelum meniup lilin-lilin yang berdiri tegak di atas cake.
Seminggu yang lalu, beberapa hari sebelum ulang tahun saya tiba, pesan utama yang saya utarakan kepada sang suami adalah agar ia tak perlu repot-repot membeli hadiah spesial untuk saya. Meskipun saya mengetahui, bahwa sebenarnya usaha saya itu pun akan sia-sia belaka. Apa pun alasan saya, saya yakin ia pun masih akan tetap memberikan sebuah hadiah ulang tahun kepada saya.
Setiap menjelang ulang tahun tiba, saya selalu merenungkan sejenak bagaimana saat saya lahir ke dunia ini. Dari beberapa cerita yang saya dengar, baik dari Bapak dan keluarga dari pihak Ibu saya mengatakan, bahwa saya terlahir dengan ukuran bayi yang sangat kecil, yaitu hanya seberat 2,2 kg. Bayangkan! Saat itu, menurut cerita mereka, Indonesia masih belum memiliki alat pembantu khusus (inkubator) untuk bayi-bayi yang lahir dengan ukuran kecil. Sehingga, mereka hanya melakukan blonyohan (mengolesi) minyak di sekujur tubuh saya dalam beberapa bulan dari awal kelahiran saya. Katanya sih sebagai pengganti proses tersebut. Tidak tahu apakah itu benar bila dipandang dari segi medical, tetapi nyatanya, saya berhasil tumbuh dan berkembang dengan sangat baik hingga dewasa. Dan, saya pun telah dikarunia seorang putri, buah cinta dari perkawinan saya dengan seseorang berwarga negara Amerika.
Saya kembali merenung, bagaimana keadaan saya waktu itu. Mereka bercerita, kalau mereka tidak tega saat melihat saya sewaktu bayi. Ukuran baju yang telah mereka sediakan pun tampak kebesaran di badan saya waktu itu. Sekarang setelah usia hampir berkepala empat, tubuh saya pun masih terlihat mungil. Seorang dokter di AS pernah mengatakan, bahwa saya adalah seorang pasiennya yang terkecil yang pernah ditanganinya selama bertahun-tahun. Dia pun bersyukur bahwa ternyata saya melahirkan dengan C-section (operasi cesar) karena posisi diagonal si jabang bayi, yang mana kondisi kepala di sebelah kanan atas dan kaki di sebelah kiri bawah. Seharusnya, posisi kepala berada di bagian bawah dan kaki di bagian atas. Kalau tidak melalui C-section, ia merasa khawatir, saya akan menemukan kesulitan dalam proses melahirkan bayi saya. Karena, dia yakin persentase tinggi si bayi ini pasti berukuran tidak kecil, mengingat suami saya memiliki postur tubuh sebagaimana orang-orang AS, tinggi dan besar.
Renungan terakhir menjelang ulang tahun saya adalah semakin bertambah usia, maka semakin berkuranglah usia saya untuk hidup di dunia ini. Mengingat semua itu, kembali saya terpanggil untuk mengingat apa hal yang baik atau terbaik dan berguna atau bermanfaat yang telah saya berikan atau bagikan kepada sesama, terutama linkup terkecil dan utama/pertama, yaitu keluarga sendiri. Itu semua tentu mengarah kepada eksistensi kita sebagai manusia, apakah berguna bagi sesama kita.
Saya merenungkan kembali malam itu. Ternyata, saya akui bahwa selama kita hidup di dunia, kita akan selalu dikenang oleh sesama. Baik itu oleh keluarga, sanak famili, para sahabat, rekan-rekan sejawat, dan lain-lain, apakah kita telah melakukan hal-hal yang baik ataupun sebaliknya. Apabila kita telah terlabel, bahwa kita banyak melakukan hal-hal yang baik, maka kita akan dikenang jasa-jasa baik kita. Misalnya, sebagai seorang penulis pemberi inspirasi; seorang dokter yang murah hati dan tidak berorientasi terhadap apa yang diterimanya saja; seorang guru yang tidak menjual keprofesioanalannya demi mendapatkan tambahan income, dan sejenisnya.
Sebaliknya, apabila kita sering melakukan hal-hal yang tidak baik, misalnya terkenal sebagai pencuri, perampok, salah satu koruptor negara, dan sejenisnya, maka kita pun akan dikenang dengan label tersebut. Manakah yang Anda pilih? Anda dikenang dengan jasa-jasa baik ataukah dikenang oleh karena telah melakukan hal-hal yang tidak berkenan? Saya yakin Anda akan memilih pilihan yang pertama, yaitu sebagai seseorang yang dikenang oleh karena jasa-jasa baik yang telah dilakukan.
Malam itu pun pikiran saya teringat akan keluarga di Indonesia. Merayakan ulang tahun bukanlah hal yang biasa dilakukan oleh keluarga saya. Biasa-biasa saja, hampir tak ada tanda untuk hari spesial itu bagi masing-masing anggota keluarga, selain ucapan selamat. Paling tidak, saya ditodong oleh rekan-rekan di tempat kerja atau teman-teman dekat untuk memberi traktiran. Terkadang ada juga yang memberi sebuah kado atau selembar kartu ucapan, atau sebuah ucapan saja, itu semua saya hargai, karena merupakan suatu bentuk perhatian khusus yang mereka berikan kepada saya secara pribadi.
Setelah perkawinan saya di AS, ternyata perayaan ulang tahun telah menjadi tradisi di pihak keluarga suami saya. Meskipun hanya berupa sebuah cake, dan sebuah hadiah, setiap ulang tahun dari masing–masing anggota keluarga tiba, pasti akan dirayakan walaupun hanya dihadiri oleh anggota keluarga sendiri. Jadi, saya merasa usaha untuk meminta suami saya agar tidak memberikan saya sebuah hadiah, pasti akan sia-sia belaka. Dia akan mencari tahu sendiri kira-kira benda apa yang sedang saya butuhkan saat ini, sehingga ia akan membelikannya sebagai kado ulang tahun.
Waktu telah menunjukkan pukul 11.30 malam waktu di tempat saya. Mata saya masih tetap kuat bertahan, namun tubuh saya sudah mulai tampak lelah. Karena itu, rasanya ingin rebah saja di atas tempat tidur. Menjelang menit-menit ulang tahun saya tiba, saya berdoa dalam hati, kiranya saya hadir ke dunia boleh menjadi berkat untuk sesama, baik itu untuk keluarga sendiri, para sahabat, rekan-rekan sejawat dan sekerja, offline maupun online, baik itu melalui tingkah laku/sikap, perkataan, pikiran, maupun tulisan-tulisan saya.
Akhirnya, saya pun terlelap. Saat bangun di pagi hari, tiga buah mawar merah dan sebuah kartu menyambut pagi indah saya. Ternyata ada satu lembar uang cash di dalam kartu. Suami saya berkata, “Buy a very nice thing for yourself!” Malam itu juga saya membeli sebuah baju yang sederhana, tetapi tampak indah dan semampai di tubuh saya. Suami dan si kecil pun menyukainya. Senang rasanya saya dapat menuruti permintaannya. Saya berpesan lagi kepadanya, agar tidak ada lagi hadiah untuk saya pada hari Minggu (15 Februari 2009), yang mana suami punya rencana untuk merayakan ulang tahun saya yang akan dihadiri oleh anggota-anggota keluarga lainnya.
Sekali lagi pesan saya tidak mempan juga. Hari Minggu pagi sebelum saya berangkat ke gereja, di atas tempat tidur—dengan mata yang masih berat untuk dibuka—suami saya menghampiri dan membangunkan saya sambil memberi sebuah bungkusan. Dia berkata, “Happy Birthday! One Birthday present for you.” Saya pun terjaga dan terbangun. “Gateway” adalah sebuah tulisan pertama dalam pembungkus kotak tersebut yang saya baca. “Oh my God!” begitu saya berucap dalam hati saya. Sebuah notebook yang telah saya incar selama ini dan saya sudah siap untuk membelinya dengan uang hasil jerih payah sendiri, ternyata kini sudah berada di depan mata saya. Kemudian saya bangkit dan menghampirinya, memeluknya dan mengucapkan terima kasih.
Ternyata dia memang mengetahuinya, bahwa saat ini saya sedang memerlukan sebuah notebook, agar saya dapat menemani si kecil ke mana-mana tanpa meninggalkan jadwal online saya yang kian padat.
Semua hal-hal tersebut yang telah saya ceritakan di atas mengekspresikan, bahwa ulang tahun merupakan hari yang spesial bagi kita masing-masing untuk merenungkan arti hidup kita, yang semakin hari semakin bertambah tua. Apa yang telah kita perbuat untuk sesama dan keluarga, negara Tanah Air kita? Menerima dan menikmati berkat dari mereka yang menyayangi/mencintai kita melalui apa-apa yang telah diterima. Dapatkah kita memanfaatkannya untuk berbagi kepada sesama? Kadangkala kita melupakan hal ini karena umumnya yang kita ingat hanya bagaimana kita akan merayakan ulang tahun kita, masakan/menu apa yang akan kita hidangkan untuk perayaan ulang tahun tersebut, siapa-siapa saja tamu yang akan diundang, dirayakan di mana; di restaurant sederhana atau di hotel berbintang lima, dan sebagainya.
Saat akan mengakhiri tulisan ini, sebuah kartu ulang tahun dari sang suami masih tergeletak di samping saya. Memang, saya sangat menyukai bait-bait puisi yang tertera di dalamnya. Dua buah kalimat paling akhir tertera demikian:
You bring so much joy to my life
just by being the beautiful,
caring person you are.
I’m very lucky man to have you
For my wife
HAPPY BIRTHDAY
***

Sikap Yang Islami Menghadapi Hari Ulang Tahun

Ada hari yang dirasa spesial bagi kebanyakan orang. Hari yang mengajak untuk melempar jauh ingatan ke belakang, ketika saat ia dilahirkan ke muka bumi, atau ketika masih dalam buaian dan saat-saat masih bermain dengan ceria menikmati masa kecil. Ketika hari itu datang, manusia pun kembali mengangkat jemarinya, untuk menghitung kembali tahun-tahun yang telah dilaluinya di dunia. Ya, hari itu disebut dengan hari ulang tahun.
Nah sekarang, pertanyaan yang hendak kita cari tahu jawabannya adalah: bagaimana sikap yang Islami menghadapi hari ulang tahun?
Jika hari ulang tahun dihadapi dengan melakukan perayaan, baik berupa acara pesta, atau makan besar, atau syukuran, dan semacamnya maka kita bagi dalam dua kemungkinan.
Kemungkinan pertama, perayaan tersebut dimaksudkan dalam rangka ibadah. Misalnya dimaksudkan sebagai ritualisasi rasa syukur, atau misalnya dengan acara tertentu yang di dalam ada doa-doa atau bacaan dzikir-dzikir tertentu. Atau juga dengan ritual seperti mandi kembang 7 rupa ataupun mandi dengan air biasa namun dengan keyakinan hal tersebut sebagai pembersih dosa-dosa yang telah lalu. Jika demikian maka perayaan ini masuk dalam pembicaraan masalah bid’ah. Karena syukur, doa, dzikir, istighfar (pembersihan dosa), adalah bentuk-bentuk ibadah dan ibadah tidak boleh dibuat-buat sendiri bentuk ritualnya karena merupakan hak paten Allah dan Rasul-Nya. Sehingga kemungkinan pertama ini merupakan bentuk yang dilarang dalam agama, karena Rasul kita Shallallahu’alaihi Wa sallam bersabda,
مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ
“Orang yang melakukan ritual amal ibadah yang bukan berasal dari kami, maka amalnya tersebut tertolak” [HR. Bukhari-Muslim]
Perlu diketahui juga, bahwa orang yang membuat-buat ritual ibadah baru, bukan hanya tertolak amalannya, namun ia juga mendapat dosa, karena perbuatan tersebut dicela oleh Allah. Sebagaimana hadits,
أَنَا فَرَطُكُمْ عَلَى الْحَوْضِ ، لَيُرْفَعَنَّ إِلَىَّ رِجَالٌ مِنْكُمْ حَتَّى إِذَا أَهْوَيْتُ لأُنَاوِلَهُمُ اخْتُلِجُوا دُونِى فَأَقُولُ أَىْ رَبِّ أَصْحَابِى . يَقُولُ لاَ تَدْرِى مَا أَحْدَثُوا بَعْدَكَ
“Aku akan mendahului kalian di al haudh (telaga). Dinampakkan di hadapanku beberapa orang di antara kalian. Ketika aku akan mengambilkan (minuman) untuk mereka dari al haudh, mereka dijauhkan dariku. Aku lantas berkata, ‘Wahai Rabbku, ini adalah umatku.’ Lalu Allah berfirman, ‘Engkau sebenarnya tidak mengetahui bid’ah yang mereka buat sesudahmu.’ “ (HR. Bukhari no. 7049)
Kemungkinan kedua, perayaan ulang tahun ini dimaksudkan tidak dalam rangka ibadah, melainkan hanya tradisi, kebiasaan, adat atau mungkin sekedar have fun. Bila demikian, sebelumnya perlu diketahui bahwa dalam Islam, hari yang dirayakan secara berulang disebut Ied, misalnya Iedul Fitri, Iedul Adha, juga hari Jumat merupakan hari Ied dalam Islam. Dan perlu diketahui juga bahwa setiap kaum memiliki Ied masing-masing. Maka Islam pun memiliki Ied sendiri. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda,
إن لكل قوم عيدا وهذا عيدنا
“Setiap kaum memiliki Ied, dan hari ini (Iedul Fitri) adalah Ied kita (kaum Muslimin)” [HR. Bukhari-Muslim]
Kemudian, Ied milik kaum muslimin telah ditetapkan oleh Allah dan Rasul-Nya hanya ada 3 saja, yaitu Iedul Fitri, Iedul Adha, juga hari Jumat. Nah, jika kita mengadakan hari perayaan tahunan yang tidak termasuk dalam 3 macam tersebut, maka Ied milik kaum manakah yang kita rayakan tersebut? Yang pasti bukan milik kaum muslimin.
Padahal Rasulullah Shallallahu’alaihi Wa sallam bersabda,
من تشبه بقوم فهو منهم
“Orang yang meniru suatu kaum, ia seolah adalah bagian dari kaum tersebut” [HR. Abu Dawud, disahihkan oleh Ibnu Hibban]
Maka orang yang merayakan Ied yang selain Ied milik kaum Muslimin seolah ia bukan bagian dari kaum Muslimin. Namun hadits ini tentunya bukan berarti orang yang berbuat demikian pasti keluar dari statusnya sebagai Muslim, namun minimal mengurangi kadar keislaman pada dirinya. Karena seorang Muslim yang sejati, tentu ia akan menjauhi hal tersebut. Bahkan Allah Ta’ala menyebutkan ciri hamba Allah yang sejati (Ibaadurrahman) salah satunya,
والذين لا يشهدون الزور وإذا مروا باللغو مروا كراما
“Yaitu orang yang tidak ikut menyaksikan Az Zuur dan bila melewatinya ia berjalan dengan wibawa” [QS. Al Furqan: 72]
Rabi’ bin Anas dan Mujahid menafsirkan Az Zuur pada ayat di atas adalah perayaan milik kaum musyrikin. Sedangkan Ikrimah menafsirkan Az Zuur dengan permainan-permainan yang dilakukan adakan di masa Jahiliyah.
Jika ada yang berkata “Ada masalah apa dengan perayaan kaum musyrikin? Toh tidak berbahaya jika kita mengikutinya”. Jawabnya, seorang muslim yang yakin bahwa hanya Allah lah sesembahan yang berhak disembah, sepatutnya ia membenci setiap penyembahan kepada selain Allah dan penganutnya. Salah satu yang wajib dibenci adalah kebiasaan dan tradisi mereka, ini tercakup dalam ayat,
لَا تَجِدُ قَوْمًا يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ يُوَادُّونَ مَنْ حَادَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ
“Kamu tidak akan mendapati sesuatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya” [QS. Al Mujadalah: 22]
Kemudian Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin -rahimahllah- menjelaskan : “Panjang umur bagi seseorang tidak selalu berbuah baik, kecuali kalau dihabiskan dalam menggapai keridhaan Allah dan ketaatanNya. Sebaik-baik orang adalah orang yang panjang umurnya dan baik amalannya. Sementara orang yang paling buruk adalah manusia yang panjang umurnya dan buruk amalannya.
Karena itulah, sebagian ulama tidak menyukai do’a agar dikaruniakan umur panjang secara mutlak. Mereka kurang setuju dengan ungkapan : “Semoga Allah memanjangkan umurmu” kecuali dengan keterangan “Dalam ketaatanNya” atau “Dalam kebaikan” atau kalimat yang serupa. Alasannya umur panjang kadang kala tidak baik bagi yang bersangkutan, karena umur yang panjang jika disertai dengan amalan yang buruk -semoga Allah menjauhkan kita darinya- hanya akan membawa keburukan baginya, serta menambah siksaan dan malapetaka” [Dinukil dari terjemah Fatawa Manarul Islam 1/43, di almanhaj.or.id]
Jika demikian, sikap yang Islami dalam menghadapi hari ulang tahun adalah: tidak mengadakan perayaan khusus, biasa-biasa saja dan berwibawa dalam menghindari perayaan semacam itu. Mensyukuri nikmat Allah berupa kesehatan, kehidupan, usia yang panjang, sepatutnya dilakukan setiap saat bukan setiap tahun. Dan tidak perlu dilakukan dengan ritual atau acara khusus, Allah Maha Mengetahui yang nampak dan yang tersembunyi di dalam dada. Demikian juga refleksi diri, mengoreksi apa yang kurang dan apa yang perlu ditingkatkan dari diri kita selayaknya menjadi renungan harian setiap muslim, bukan renungan tahunan.
Wallahu’alam.

Kamis, 19 Mei 2011

KETIKA CINTAKU TERGANTIKAN DENGAN SEBUAH KEIKHLASAN

Ikhlas memang sangat mudah untuk diucapkan tapi sangat sulit untuk dijalanin. Karena itu membutuhkan proses yang panjang sehingga bisa membimbing kita pada sebuah keikhlasan.

Ketika cintaku terbentur dengan restu orang tua dan ketika aku harus menerima kenyataan orang yang aku sayangi menikah dengan orang lain. Ketika rencana hanyalah tinggal sebuah rencana yang tidak terwujud. Tidak mudah untuk menerima kenyataan itu bahkan mungkin sangat sulit untuk aku terima. Hari demi hari aku lewati dengan air mata dan kesedihan. Di kesunyian dan keheningan malam aku menangis di hadapanNYA bukan untuk menyesali apa yang terjadi padaku tapi menyesal kenapa aku belum bisa menjadi hambaNYA yang ikhlas menerima kenyataan ini.
Tapi itulah hidup. Adakalanya kita harus mengalami sesuatu yang pahit. Apapun yang terjadi itulah yang terbaik buat aku meski aku harus sedih, kecewa dan merasa diperlakukan tidak adil.

Aku hanya berusaha untuk ridha dengan semua ketentuan yang telah digariskan oleh ALLAH. Menerima apapun yang terjadi bukan berarti tidak berusaha untuk meraih sesuatu yang lebih baik. Tapi berusaha untuk ikhlas dan menyerahkan semua ini kepadaNYA akan menenangkan hati yang gelisah. Karena dibalik kejadian ini pasti ada hikmahnya dan Insya ALLAH bisa membimbing aku untuk menjadi seseorang yang kuat, sabar dan ikhlas dalam menjalani hidup.

Ketika kita ikhlas dan bersyukur dengan semua yang diberikan ALLAH akan memberikan ketenangan yang luar biasa di hati kita. Sesungguhnya bersama kesulitan pasti ada kemudahan dan DIA akan memberikan jalan yang terbaik. Yakin bahwa rencana ALLAH itu lebih indah.

Buat sahabat2ku yang lagi sedih, harus tetap semangat karena ALLAH sayang kepada hambaNYA yang kuat dalam menjalani ujian dariNYA. Karena sebenarnya begitu banyak anugerah dan nikmat yang diberikan olehNYA yang harus kita syukuri. Selalu berprasangka baik kepadaNYA dan bersyukur ALLAH masih memberikan ujian kepada kita, itu berarti kita termasuk orang2 yang masih diperhatikan olehNYA ALLAH selalu memberikan sesuatu yang kita butuhkan bukan sesuatu yang kita inginkan. Karena DIA lebih tahu mana yang terbaik buat hambaNYA.
Ikhlas, sabar dan bersyukur adalah 3 kunci orang hidup. Tidak mudah bahkan mungkin sangat sulit. Tapi tidak ada yang tidak mungkin jika kita mau berusaha dan mencoba untuk menjalaninya dalam kehidupan kita.
Terima Kasih Yaa ALLAH untuk kasih sayang, kekuatan dan semua yang sudah Engkau berikan kepadaku. Berikan petunjuk dan bimbinganMu kepadaku seperti yang telah Engkau berikan kepada hamba2Mu yang Engkau sayangi. Ijinkanlah aku untuk menghabiskan sisa umurku untuk lebih dekat dan mencintaiMu.

Senin, 16 Mei 2011

Tidak Serumit dan Seberbelit Yang kita kira

Hidup yang kita jalani ini sebenarnya tidaklah serumit dan seberbelit seperti yang kita kira. Dalam hidup ini, kita masing-masing sebenarnya cukup mengamati dan membaca (IQRAA) DADA kita masing-masing dari waktu kewaktu.

Sebab suasana didalam DADA kita itulah realitas Al Qur’an yang sebenarnya:

“Sebenarnya, Al Quran itu adalah ayat-ayat yang nyata di dalam dada orang-orang yang diberi ilmu. Dan tidak ada yang mengingkari ayat-ayat Kami kecuali orang-orang yang zalim”. (QS. Al-Ankabut:49) .

Jelas sekali sebenarnya ayat Al qur’an itu menyatakannya.

Akan tapi begitu kita membaca dan diberi tahu tentang “orang yang diberi ilmu”, kita selalu saja dibawa kearah yang rumit dan pelit. Untuk bisa menjadi “orang yang diberi ilmu itu”, kita harus punya ilmu ini, ilmu itu dulu. Misalnya ilmu hadist, ilmu nahu saraf, ilmu balagah, ilmu hafal sekian ribu hadist ini dan itu, tahu bagaimana pendapat ulama-ulama salaf, dan sebagainya.

Akibatnya, hampir-hampir saja kita tidak mampu lagi untuk paham dan mendapatkan suasana dari ayat-ayat Al Qur’an yang telah ada didepan mata kita. Yaitu ilmu membaca apa yang ada didalam dada kita

Inspirasi "Sabar" part 2

Saat aku DIDUDUKKAN oleh ALLAH dalam SUASANA SABAR, aku dibawa untuk dapat memahami bahwa setiap KATA ternyata punya makna INTUITIF yang sangat mencengangkan.

Karena sebelum kata adalah huruf, sebelum huruf adalah suara, sebelum suara adalah daya, sebelum daya adalah gerak, sebelum gerak adalah diam. Dari diamlah bermunculan bibit-bibit kepahaman intuitif yang tak kunjung habis.

Kata: “ALLAH”, adalah sebuah bangunan huruf-huruf yang punya makna INTUITIF terhebat sepanjang masa, setidaknya itulah yang aku alami.

Ya Allah…, lalu aku hanya diam dalam ketercengangan.
Ya Allah…, lalu aku hanya berusaha MENYELARASKAN citra diriku dengan makna INTUITIF dari nama Allah itu tanpa aku memberikan PERLAWANAN sedikitpun.

Bagaiman aku akan bisa melawan SESUATU yang tak terlawan. Dialah Allahku.

Bagaimana aku akan bisa melawan sementara yang ku punya hanyalah semata-mata bentuk pikiran-pikiran, sementara Allahku punya KUN (jadilah) FAYAKUN (maka Jadilah).

Bagaimana aku akan bisa melawan untuk menjadi tidak selaras dengan KUN Allahku yang selalu bergerak maju tanpa henti tak kenal ujung. Karena saat aku berhenti dalam keselarasan dengan KUN Allahku, Kun itu TETAP meneruskan Arah geraknya tanpa diriku, sehingga akupun tertingal dan menjadi tertatih-tatih meniti zaman yang nyaris tak kukenal.

Ternyata KUN itu TIDAK akan pernah berhenti hanya gara-gara karena harus mengakomodasi keikutsertaanku. Kun tidak akan pernah berhenti menunggu peranku. Tidak. KUN akan singgah MENGADA pada diri orang-orang yang selaras dengan KUN itu.

Oooo…, akulah ternyata yang harus meyelaraskan diri dengan KUN Allahku, bukannya KUN Allahku yang harus ikut pikiranku.

YA Allah…, berkehendaklah kepadaku. Lalu akupun menyelaraskan diriku agar bisa mengalir bersama Kehendak Allahku…

Salam

Inspirasi "Sabar"

SABAR adalah saat kita bersedia DIDUDUKAN oleh ALLAH di dalam sebuah Ruang Spiritual, sehingga kita semata-mata hanyalah menjadi wujud PENGAMAT terhadap setiap peristiwa dan kejadian yang MELEWATI kita. KEADAAN saat itu sangatlah EFFORTLESS, karena ketika itu emosi kita tidak punya tempat untuk mengada